Oh ya, sejarah kembang api bermula dari China. Sekitar abad ke-9, seorang juru masak secara tidak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) yang ada di dapurnya, yaitu garam peter atau KNO3 (kalium nitrat), belerang (sulfur), dan arang dari kayu (charcoal). Ternyata, campuran ketiga bahan tersebut merupakan bubuk mesiu yang mudah terbakar. Jika mesiu dimasukkan ke dalam sepotong bambu yang ada sumbunya,kemudian sumbu itu dibakar, maka mesiu itu akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan keras. Petasan ini kemudian dipercaya dapat mengusir roh jahat. Kemudian petasan jenis ini dipakai juga pada perayaan pernikahan, kemenangan perang, peristiwa gerhana bulan, dan upacara-upacara keagamaan.



Baru pada saat Dinasti Song (960-1279) masyarakat di China mendirikan pabrik petasan. Bahan baku tabung bambu kemudian diganti dengan gulungan kertas yang kemudian dibungkus kertas merah di bagian luarnya. Petasan ini kemudian menjadi dasar dari pembuatan kembang api, yang lebih menitik- beratkan pada warna-warni dan bentuk pijar- pijar api di udara.


Meskipun China dipercaya sebagai penemu, namun pembuatan kembang api berkembang pesat di Eropa. Marco Polo membawa serbuk mesiu itu dari China ke Eropa pada abad ke-13. Di Eropa, serbuk petasan dipergunakan untuk keperluan militer, seperti untuk roket,meriam, dan senjata. Italia adalah negara di Eropa pertama yang membuat pabrik kembang api. Kemudian hari dibedakan antara kembang api dan petasan. Kembang api akan melesat ke udara begitu sumbunya dibakar, sedangkan petasan hanya mengeluarkan suara ledakan tanpa diiringi pancaran api berwarna-warni.

Pada abad ke-18 Jerman muncul sebagai pembuat kembang api yang unggul bersama Italia. Inggris dan Perancis pun senang dengan kembang api. Kembang api menjadi sangat terkenal di Inggris Raya selama pemerintahan Ratu Elizabeth I. Di Perancis, Raja Louis XIV juga senang menyalakan kembang api di taman istana Versailles.

Pada perkembangannya, para ahli kembang api akhirnya bisa membuat kembang api berwarna- warni, seperti merah, kuning, hijau, dan biru. Warna merah berasal dari strontium dan litium, warna kuning berasal dari natrium, warna hijau berasal dari barium, dan warna biru dari tembaga.
Campuran bahan kimia itu dibentuk ke dalam kubus kecil-kecil yang disebut star. Star inilah yang menentukan warna dan bentuk bila kembang api itu meledak nantinya. Kumpulan star dimasukkan ke dalam silinder yang terbuat dari kertas atau plastik. Kemudian dimasukkan pula bubuk mesiu serta sumbu untuk menyalakannya.


Dengan kemajuan teknologi, kini bentuk kembang api bisa bermacam-macam.
Ada yang berbentuk komet, pohon palem, bunga krisan, planet Saturnus, sarang laba-laba, getah pohon, lilin, kotak kue, bintang, air terjun, dengan special effect yang beraneka warna.


Kembang api bisa dimanfaatkan pula sebagai alat komunikasi untuk meminta pertolongan, misalnya oleh orang yang terapung-apung di tengah laut atau oleh mereka yang tersesat di hutan. Selain itu, bisa juga digunakan untuk menerangi garis mendarat di lapangan terbang.

Kembang api yang mengeluarkan nyala api berwarna merah, biasanya digunakan pada malam hari. Ia meletus dua kali dengan jarak waktu 3 sampai 5 detik dan mengeluarkan cahaya setinggi kira-kira 45 meter.
Ada kembang api yang mengeluarkan asap berwarna jingga bila digunakan pada siang hari. Alat ini bisa menyala lebih dari 15 menit dan biasanya digunakan kapal di tengah laut untuk meminta pertolongan.

Eits, jangan lengah, meskipun terkagum-kagum dengan gemerlapnya kembang api, bermain kembang api sangat berbahaya, bahkan di beberapa negara dilarang. Kembang api bisa membahayakan mata, tangan, dan bagian tubuh kita yang lain. Bahkan kembang api bisa mematikan. Oleh karena itu, kembang api tidak boleh dibuat di rumah. Orang yang akan menyalakannya harus benar-benar mengikuti petunjuk.

Sebaiknya, menontonlah kembang api yang dinyalakan oleh ahlinya. Berdiri paling tidak 100 meter dari tempat kembang api itu dinyalakan. Kalau suara ledakan kembang api terlalu keras, gunakan penutup telinga.
Artikel Terkait